Kamis, 13 Januari 2011

Tabarruk dalam Ajaran Islam

Dalam dunia pesantren di tanah air ini, kita sering menjumpai pemandangan di mana para santri saling berebut untuk bisa menghabiskan kopi atau teh dari cangkir sisa gurunya. Fenomena itu lebih dikenal sebagai ngalap berkah. Ngalap berkah adalah salah satu nilai yang diajarkan dalam agama Islam dan bukanlah hal baru, sebab generasi sahabat dan para salaf telah meneladankan tradisi tersebut.
Telah kita ketahui bersama dalam kitab-kitab sirah nabawiyah bagaimana para sahabat berebut untuk mendapatkan tetesan wudhu Baginda Nabi SAW. Beliau SAW tak sekalipun melarang perbuatan itu. Berkah itu sesungguhnya ada, dan bisa diraih lewat perantara orang-orang yang sangat dekat dengan Allah SWT.
Secara harfiah, berkah bermakna bertambah atau berkembang. Sedangkan dalam terminologi bahasa berkah berarti bertambahnya kebaikan. Jadi ngalap berkah atau tabarruk adalah mengharap tambahan kebaikan dari Allah SWT dengan perantara ruang, waktu, makhluk hidup dan bahkan benda mati.
TABARRUK RASULULLAH dengan tempat mulia
Bertabarruk (mencari berkah) bisa dilakukan dengan perantara tempat-tempat yang mulia, sebagai dalam firman Allah SWT berikut :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ (آل عمران:96)

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (Q.S. ali Imron : 96)
Dalam hadits panjang tentang perjalanan Isra’ Jibril mengajak Rasulullah SAW singgah di beberapa tempat untuk bertabarruk dengan mengerjakan shalat dua rakaat seperti di Bait Lahm tempat kelahiran Nabi Isa a.s., di bukit Thurisina, tempat Nabi Musa ber-mukalamah dengan Allah SWT, dan lain-lain. Sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik berikut :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال أُتِيتُ بِدَابَّةٍ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ خَطْوُهَا عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهَا فَرَكِبْتُ وَمَعِي جِبْرِيلُ عليه السَّلَام فَسِرْتُ فقال انْزِلْ فَصَلِّ فَفَعَلْتُ فقال أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِطَيْبَةَ وَإِلَيْهَا الْمُهَاجَرُ ثُمَّ قال انْزِلْ فَصَلِّ فَصَلَّيْتُ فقال أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِطُورِ سَيْنَاءَ حَيْثُ كَلَّمَ الله عز وجل مُوسَى عليه السَّلَام ثُمَّ قال انْزِلْ فَصَلِّ فَنَزَلْتُ فَصَلَّيْتُ فقال أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِبَيْتِ لَحْمٍ حَيْثُ وُلِدَ عِيسَى عليه السَّلَام ثُمَّ دَخَلْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَجُمِعَ لي الْأَنْبِيَاءُ عليهم السَّلَام فَقَدَّمَنِي جِبْرِيلُ حتى أَمَمْتُهُمْ ، رواه النسائي

“Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Didatangkan kepadaku kendaraan Buraq,’ lebih besar dari keledai, dan lebih kecil dari baghal (peranakan kuda dan keledai), langkahnya sejauh pandangannya. Lalu aku menaikinya dan berangkat bersama Jibril a.s. Tiba-tiba Jibril berkata kepadaku, “Turunlah dan shalatlah.” Aku pun mengerjakannya. Kemudian Jibril berkata “Tahukah engkau di mana engkau shalat, engkau tadi shalat di Tayyibah (Madinah) yang akan menjadi tujuanmu hijrah. Kemudian Jibril berkata: “Turunlah dan shalatlah!”, aku pun mengerjakannya, lalu dia berkata: “Tahukah engkau di mana shalatmu tadi, engkau shalat ada di Thurisina tempat Allah ber-mukalamah dengan Musa a.s.” Lalu berangkat lagi dan Jibril berkata: “Turunlah dan shalatlah!”, maka aku pun mengerjakannya, lalu dia bertanya: “Tahukah engkau di mana engkau shalat, engkau shalat ada di Bait Lahm, tempat kelahiran Nabi Isa a.s., kemudian aku masuk ke Baitil Maqdis, di sana telah berkumpul para nabi, lalu Jibril memintaku untuk menjadi imam shalat mereka.” (H. R. An-Nasa’i)
BERTABARRUK DENGAN WAKTU
Allah memberi kelebihan dan keberkahan pada waktu-waktu tertentu, seperti dalam firman Allah SWT:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرين

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi (malam lailatul qadr) dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. ad-Dukhan:3)
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

« إن لربكم عز وجل في أيام دهركم نفحات ، فتعرضوا لها ، لعل أحدكم أن تصيبه منها نفحة لا يشقى بعدها أبدا » رواه الطبراني

“Sesungguhnya Tuhan kalian di hari-hari kalian memiliki anugerah-anugerah, maka carilah augerah itu, mungkin kiranya salah satu diantara kalian mendapatkannya, maka tidak akan celaka selamanya.” (H.R Thabrani)
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN BEKAS-BEKAS RASULULLAH SAWSahabat Anas r.a. menceritakan bagaimana para sahabat bertabarruk dengan rambut Rasulullah SAW:

عن أَنَسٍ قال لقد رأيت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالْحَلَّاقُ يَحْلِقُهُ وَأَطَافَ بِهِ أَصْحَابُهُ فما يُرِيدُونَ أَنْ تَقَعَ شَعْرَةٌ إلا في يَدِ رَجُلٍ ، رواه مسلم وكذا رواه احمد والبيهقي في السنن الكبرى

“Aku melihat tukang cukur sedang mencukur Rasulullah SAW dan para sahabat mengitarinya. Tidaklah mereka kehendaki satu helai pun dari rambut beliau terjatuh kecuali telah berada di tangan seseorang.” (H.R Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
Aun bin Abi juhaifah menceritakan dari ayahnya para sahabat yang bertabarruk dengan air sisa wudhu’ Rasulullah :

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ وَرَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ وَضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يَبْتَدِرُونَ الْوَضُوءَ فَمَنْ أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا تَمَسَّحَ بِهِ وَمَنْ لَمْ يُصِبْ مِنْهُ شَيْئًا أَخَذَ مِنْ بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ ، رواه البخاري ومسلم واحمد

“Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah hamra’ dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu’ Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yang mendapatkannya air bekas wudhu’ itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yang tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yang basah” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa para sahabat bertabarruk dengan keringat Rasulullah SAW. Berkata Anas bin Malik :

كان النبي صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُ بَيْتَ أُمِّ سُلَيْمٍ فَيَنَامُ على فِرَاشِهَا وَلَيْسَتْ فيه قال فَجَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَامَ على فِرَاشِهَا فَأُتِيَتْ فَقِيلَ لها هذا النبي صلى الله عليه وسلم نَامَ في بَيْتِكِ على فِرَاشِكِ قال فَجَاءَتْ وقد عَرِقَ وَاسْتَنْقَعَ عَرَقُهُ على قِطْعَةِ أَدِيمٍ على الْفِرَاشِ فَفَتَحَتْ عَتِيدَتَهَا فَجَعَلَتْ تُنَشِّفُ ذلك الْعَرَقَ فَتَعْصِرُهُ في قَوَارِيرِهَا فَفَزِعَ النبي صلى الله عليه وسلم فقال ما تَصْنَعِينَ يا أُمَّ سُلَيْمٍ فقالت يا رَسُولَ اللَّهِ نَرْجُو بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا قال أَصَبْتِ ،رواه مسلم واحمد

“Rasulullah SAW masuk rumah Umi Sulaim dan tidur di ranjangnya sewaktu Umi Sulaim tidak ada di rumah, lalu di hari yang lain Beliau datang lagi, lalu Umi Sulaim di beri kabar bahwa Rasulullah tidur di rumahnya di ranjangnya. Maka datanglah Umi Sulaim dan mendapati Nabi berkeringat hingga mengumpul di alas ranjang yang terbuat dari kulit, lalu Umi Sulaim membuka kotaknya dan mengelap keringat Nabi lalu memerasnya dan memasukkan keringat beliau ke dalam botol, Nabi pun terbangun: “Apa yang kau perbuat wahai Umi Sulaim”, tanyanya.” “Ya Rasulullah, kami mengharapkan berkahnya untuk anak-anak kami,”
jawab Umi Sulaim. Rasulullah berkata: “Engkau benar” (H.R. Muslim dan Ahmad)
BERTABARRUK DENGAN RAMBUT RASULULLAH SAW

أَنَّ خَالِدَ بن الْوَلِيدِ فَقَدَ قَلَنْسُوَةً لَهُ يَوْمَ الْيَرْمُوكِ ، فَقَالَ : اطْلُبُوهَا فَلَمْ يَجِدُوها ، فَقَالَ : اطْلُبُوهَا ، فَوَجَدُوهَا فَإِذَا هِي قَلَنْسُوَةٌ خَلَقَةٌ ، فَقَالَ خَالِدٌ : اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَلَقَ رَأْسَهُ ، فَابْتَدَرَ النَّاسُ جَوَانِبَ شَعْرِهِ ، فَسَبَقْتُهُمْ إِلَى نَاصِيَتِهِ فَجَعَلْتُهَا فِي هَذِهِ الْقَلَنْسُوَةِ ، فَلَمْ أَشْهَدْ قِتَالا وَهِيَ مَعِي إِلا رُزِقْتُ النَّصْرَ.

Dari Abdul hamid bin Jakfar berkata : bahwa Khalid bin Walid kehilangan kopyah ketika peperangan Yarmuk, lalu berkata : Carilah!, namun tidak ditemukan, dia meminta untuk mencarinya lagi, dan ternyata didapati berupa kopyah usang, lalu Khalid berkata : “Sewaktu Rasulullah SAW umrah, beliau mencukur rambut kepalanya, maka orang-orang berebut rambut beliau, dan aku bisa mendahului dan mendapat rambut ubun-ubun beliau. Lalu kutaruh rambut itu di kopyah ini. Tidaklah aku menghadiri peperangan dengan membawa kopyah ini kecuali pasti aku menang“
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN CANGKIR NABI
Hajjaj ibn Hassan berkata: “Kami berada di rumah Anas dan dia membawa cangkir Nabi SAW dari suatu kantong hitam. Dia (Anas) menyuruh agar cangkir itu diisi air dan kami minum air dari situ dan menuangkan sedikit ke atas kepala kami dan juga ke muka kami dan mengirimkan solawat kepada Nabi SAW.” [Hadits riwayat Ahmad, dan Ibn Katsir].
‘Asim berkata: “Aku melihat cangkir itu dan aku minum pula darinya.” [Hadits Riwayat Bukhari]
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN MIMBAR NABI
Ibnu ‘Umar r.a. sering memegang tempat duduk Nabi SAW di mimbar dan menempelkan wajahnya untuk barokah. [al-Mughni 3:559; al-Shifa' 2:54, Ibn Sa'd, Tabaqat 1:13; Mawsu'at Fiqh 'Abdullah ibn 'Umar halaman. 52]
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN UANG YANG DIBERIKAN OLEH RASULULLAH
Jabir menjual seekor unta ke Nabi SAW dan beliau SAW memerintahkan Bilal untuk menambahkan seqirat (1/12 dirham) atas harga yang disepakati. Jabir berkata: “Tambahan yang diberikan Nabi SAWtidak akan pernah meninggalkanku,” dan dia menyimpannya setelah peristiwa itu. [Hadits riwayat Bukhari].
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN TONGKAT RASULULLAH
Ketika ‘Abdullah bin Anis kembali dari suatu peperangan setelah membunuh Khalid ibn Sufyan ibn Nabih, Rasulullah SAW memberi hadiah kepadanya berupa sebuah tongkat dan bersabda kepadanya: “Itu akan menjadi tanda di antara kau dan aku di hari kebangkitan.” Setelah itu, ‘Abdullah ibn Anis tidak pernah berpisah dari tongkat itu dan tongkat itu dikubur dengannya setelah wafatnya. [Hadits riwayat Ahmad 3:496, al-Waqidi 2:533].
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN BAJU RASULULLAH
Jabir berkata: “Nabi SAW datang setelah ‘Abdullah bin Ubay dikuburkan dalam makamnya. Beliau SAW memerintahkan agar mayatnya diangkat lagi. Beliau SAW menaruh kedua tangannya pada kedua lutut ‘Abdullah, bernafas atasnya dan mencampurnya dengan air liurnya serta mengenakan pakaian beliau padanya.” [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim]
TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN JUBAH RASULULLAH
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Sahihnya Bab al-Libaas pernah bahwa Asma’ binti Abu Bakr pernah menunjukkan pada Abdulah, bekas budaknya jubah Rasulullah yang terbuat dari kain Persia dengan kain leher dari kain brokat, dan lengannya juga dibordir dengan kain brokat seraya berkata “Ini adalah jubah Rasulullah SAW yang disimpan ‘Aisyah hingga wafatnya lalu aku menyimpannya. Nabi SAW dulu biasa memakainya, dan kami mencucinya untuk orang yang sakit hingga mereka dapat sembuh karenanya.”
Imam Nawawi mengomentari hadits ini dalam Syarah Sahih Muslim, karya beliau, juz 37 bab 2,

وفي هذا الحديث دليل على استحباب التبرك بآثار الصالحين وثيابهم

“Hadits ini adalah bukti dianjurkannya mencari barokah lewat bekas dari orang-orang saleh dan pakaian mereka”
Dalam kitab yang sama Imam Nawawi menulis setidaknya 11 kali anjuran untuk mencari berkah dari bekas orang-orang Saleh. Ini adalah dalil akurat bahwa tabarruk tidak terbatas pada masa hidup Rasulullah dan dianjurkannya bertabarruk dengan orang-orang saleh. Hal ini juga dilalakukan Imam Syafii dengan bertabarruk pada gamis Imam Ahmad sebagaimana dalam kitab Tarikh Dimasyqi :

قال لي الربيع: إن الشافعي خرج إلى مصر وأنا معه فقال لي: يا ربيع خذ كتابي هذا ، فامض به وسلمه إلى أبي عبدالله أحمد بن حنبل، وائتني بالجواب. قال الربيع: فدخلت بغداد ومعي الكتاب، فلقيت أحمد بن حنبل صلاة الصبح، فصلّيت معه الفجر، فلما انفتل من المحراب سلّمت إليه الكتاب، وقلت له: هذا كتاب أخيك الشافعي من مصر، فقال أحمد: نظرت فيه قلت: لا، فكسر أبو عبدالله الختم وقرأ الكتاب، وتغرغرت عيناه بالدموع، فقلت: إيش فيه يا أبا عبدالله قال: يذكر أنه رأى النبي (صلى الله عليه وسلم) في النوم، فقال له: اكتب إلى أبي عبدالله أحمد بن حنبل، واقرأ عليه مني السلام، وقل: إنك ستُمتحن وتدعى إلى خلق القرآن فلا تجبهم، فسيرفع الله لك علماً إلى يوم القيامة. قال الربيع: فقلت: البشارة، فخلع أحد قميصيه الذي يلي جلده ودفعهُ إليّ، فأخذته وخرجت إلى مصر، وأخذت جواب الكتاب فسلّمته إلى الشافعي، فقال لي الشافعي: يا ربيع إيش الذي دفع إليك قلت: القميص الذي يلي جلده، قال الشافعي: ليس نفجعك به، ولكن بُلّه وادفع إليّ الماء لأتبرك به.

Berkata Rabi’: “Sesungguhnya Imam Syafi’i pergi ke Mesir bersamaku, lalu berkata kepadaku: “Wahai Rabi’, ambil surat ini dan serahkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, selanjutnya datanglah kepadaku dengan membawa jawabannya!”,
Ketika memasuki kota Baghdad kutemui Imam Ahmad sedang shalat subuh, maka aku pun shalat di belakang beliau. Setelah beliau hendak beranjak dari mihrab, aku serahkan surat itu, “Ini surat dari saudaramu Imam Syafi’i di Mesir,” kataku.
“Kau telah membukanya?” tanya Imam Ahmad. “Tidak, wahai Imam” Beliau membuka dan membaca isi surat itu, sejenak kemudian kulihat beliau berlinang air mata. “Apa isi surat itu wahai Imam?” tanyaku. “Isinya menceritakan bahwa Imam Syafi’i bermimpi Rasulullah SAW, Beliau berkata: “Tulislah surat kepada Ahmad bin Hanbal dan sampaikan salamku kepadanya. Kabarkan padanya bahwa dia akan mendapatkan cobaan, yaitu dipaksa mengakui bahwa al-Qur’an adalah mahluk, maka janganlah diikuti, Allah akan meninggikan benderanya hingga hari kiamat,” tutur Imam Ahmad “Ini suatu kabar gembira,” kataku. Lalu beliau menuliskan surat balasan seraya memberikan padaku qamis yang melekat di kulitnya.
Aku pun mengambil surat itu dan menyerahkannya kepada Imam Syafi’i. “Apa yang diberikan Imam Ahmad padamu?” tanya Imam Syafi’i. “Gamis yang melekat dengan kulit beliau,” jawabku. “Kami tidak akan merisaukanmu, tapi basahi gamis ini dengan air, lalu berikan kepadaku air itu untuk bertabarruk dengannya,” kata beliau.
BERTABARRUK DENGAN BENDA MATI
Bertabarruk terkadang bisa dilakukan dengan benda mati yang pernah dipakai atau disentuh orang saleh sebagaimana kisah Bani Israil, mereka selalu menang dalam peperangan berkat tabut di tangan mereka. Hal ini dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wan-Nihayah juz 2 hal 6 :

قال ابن جرير : وكانوا إذا قاتلوا أحدا من الاعداء يكون معهم تابوت الميثاق الذي كان في قبة الزمان كما تقدم ذكره فكانوا ينصرون ببركته وبما جعل الله فيه من السكينة والبقية مما ترك آل موسى وآل هارون

Berkata Imam Ibnu Jarir: “Bani Israil jika berperang dengan para musuhnya selalu membawa tabut yang ada di qubah zaman, mereka selalu mendapat pertolongan dan kemenangan dengan berkat Tabut itu dan dengan apa yang Allah jadikan di dalamnya berupa ketentraman dan warisan yang ditinggalkan oleh keluarga Musa a.s. dan keluarga Harun a.s.”
Berkata Imam al-Baghawi dalam tafsirnya saat menafsiri firman Allah berikut:

{ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ }

“Dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun.”

يعني موسى وهارون أنفسهما كان فيه لوحان من التوراة ورضاض الألواح التي تكسرت وكان فيه عصا موسى ونعلاه وعمامة هارون وعصاه وقفيز من المن الذي كان ينزل على بني إسرائيل، فكان التابوت عند بني إسرائيل وكانوا إذا اختلفوا في شيء تكلم وحكم بينهم وإذا حضروا القتال قدموه بين أيديهم فيستفتحون به على عدوهم

Peninggalan Musa dan Harun berupa dua papan Taurat, pecahan papan, tongkat dan sandal Nabin Musa, imamah dan tongkat Nabi Harun, serta satu keranjang dari Manna yang diturunkan kepada Bani israil.” .Selain itu, jika di Bani Israil ada permasalahan, maka tabut itu -dengan kehendak Allah- berbicara dan menjadi hakim diantara mereka. Jika berperang mereka letakkan tabut di depan mereka dan mereka pun mendapatkan kemenangan atas musuh mereka” (Lihat Tafsir al-Baghawi juz 1 hal. 667)
Dari paparan keterangan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa bertabarruk sangat dianjurkan guna meraih kebaikan dunia dan akhirat. Berkah bukanlah pepesan kosong belaka, namun benar-benar ada dan bisa kita rasakan. Jangan sekali-kali mengingkari manfaat tabarruk. Ingatlah satu peristiwa yang terjadi di zaman kekhalifahan Sayidina Utsman bin Affan yang diriwayatkan Qadi ‘Iyad dalam kitab asy-Syifa’ . Ketika itu seorang bernama Jihja al-Ghiffari mengambil tongkat Nabi SAW dari tangan Utsman bin Affan. Jihja kemudian berusaha mematahkan tongkat itu dengan lututnya. Upaya itu gagal. Malah kaki Jihjah belakangan mengalami infeksi pada bagian lutut dan harus diamputasi. Dan ia pun akhirnya mati sebelum akhir tahun itu.
Sungguh fatal akibat dari perbuatan Jihja itu. Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan mereka yang telah membumihanguskan peninggalan-peninggalan Rasulullah SAW?

Ahlul Bait Keturunan Rasulullah SAW

Syubhat :
Banyak orang yang mengaku mencintai ahlul baitakan tetapi membenci para istri Rasulullah SAW.  Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud denganahlul bait dalam ayat :

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (33)

”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (Al Ahzab : 33 )
Hanyalah Sayidina Ali, Fatimah, Hasan dan Husain r.a, sesuai dengan suatu riwayat yang menceritakan bahwa ketika ayat tersebut turun di rumah Umi Salamah (salah satu istri Rasul), Dia menanyakan apakah dia termasuk dalam ahlul bait, Rasul menjawab “Tetaplah di tempatmu, engkau berada dalam kebaikan”, dari situ mereka membuat kesimpulan bahwa Istri Rasul bukanlah termasuk ahlul bait.
Terdapat pula kaum yang mempertanyakan penisbatan nasab Sayidina Hasan dan Husain kepada Rasulullah karena  dalam islam nasab seseorang diambil dari jalur ayah bukan Ibu, sedangkan nasab mereka bersambung kepada Rasulullah melalui jalur ibu mereka yaitu Sayidatuna Fatimah bukan melalui jalur ayah mereka.
Kalaupun mereka termasuk ahlul bait ataupun keluarga Nabi, lantas benarkah mereka menjadi mulia karena memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah, bukankah islam hanya  memandang ketakwaan sebagai patokan keutamaan seseorang bukan dengan nasabnya sebagaimana firman Allah SWT :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al Hujurat : 13 )
Kami Menjawab

Makna Ahlul Bait

Secara harfiyah arti Ahlul Bait adalah penghuni rumah atau kerabat. Berarti ahlul bait Rasul adalah semua penghuni rumah Rasul, dari sini menjadi jelas bahwa istri-istri Beliau termasuk di dalamnya(1). Oleh karena itu tidak diragukan bahwa ahlil bait dalam ayat :

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (33)

”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (Al Ahzab : 33 )
Mencakup istri-istri Beliau. Selain itu ayat-ayat yang ada sebelum dan sesudah ayat ini berisi mengenai petunjuk Allah terhadap istri-istri Nabi. Akan tetapi jika yang dimaksud dengan ahlul bait dalam ayat ini hanya istri-istri beliau saja seperti yang dikatakan oleh sebagian ahli tafsir,  maka akan terdapat sedikit kemusykilan karena kata ganti yang digunakan dalam ayat ini adalah kata ganti untuk laki-laki ((كُم bukan untuk wanita (كنّ). berarti yang dimaksud dengan ahlul bait bukan hanya istri-istri beliau saja akan tetapi mencakup juga keluarga Rasul yang lain (dalam bahasa arab, kata ganti laki-laki jamak bisa juga digunakan untuk sekumpulan laki-laki dan wanita, berbeda dengan kata ganti wanita jamak yang hanya bisa digunakan untuk sekelompok wanita saja), mereka adalah Sayidatuna Fatimah, Sayidina Ali, Hasan dan Husain, ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi:

عن عمر بن أبي سلمة ربيب النبي صلى الله عليه وسلم قال  نزلت هذه الآية على النبي صلى الله عليه وسلم { إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا } في بيت أم سلمة فدعا النبي صلى الله عليه وسلم فاطمة وحسنا وحسينا فجللهم بكساء وعلي خلف ظهره فجلله بكساء ثم قال اللهم هؤلاء أهل بيتي فاذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا قالت أم سلمة وأنا مَعَهُمْ يا نَبِيَّ اللَّهِ قال أَنْتِ على مَكَانِكِ وَأَنْتِ على خَيْرٍ قال هذا حَدِيثٌ غَرِيبٌ من حديث عَطَاءٍ عن عُمَرَ بن أبي سَلَمَةَ

“Dari Umar bin Abi Salamah, anak tiri Rasulullah saw, berkata “ayat ini turun kepada Nabi saw di rumah Umi Salamah yaitu ayat ”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”, kemudian Nabi memanggil Fatimah, Hasan dan Husain, dan menaungi mereka dengan kain kisa`, ketika itu Ali berada di belakang punggungnya kemudian Rasul menaunginya pula dengan kain kisa`, kemudian berkata “ Wahai Allah, inilah Ahlil baitku maka hilangkanlah dari mereka kotoran dan sucikanlah mereka”. Umu Salamah pun berkata “apakah aku bersama mereka wahai rasulullah?”, Rasulullah menjawab “Engkau berada di tempatmu dan engkau berada dalam kebaikan”” (2).
Perkataan Rasulullah kepada Umi Salamah “Engkau berada di kedudukanmu dan engkau berada dalam kebaikan” tidak berarti bahwa istri Rasulullah bukan termasuk dalam ahlul bait akan tetapi maksudnya adalah Umu salamah sudah memiliki kedudukan sebagai ahlil bait karena dia adalah istri Rasul oleh karena itu Rasul berkata “dan engkau berada dalam kebaikan”. Selain itu tidak mungkin Rasulullah memasukkan Umi salamah ke dalam  naungan kisa` karena disana ada Sayidina Ali yang merupakan lelaki ajnabi baginya.
Termasuk dalam lingkup ahlul bait adalah paman-paman beliau yang muslim begitu juga semua keluarga nabi yang diharamkan untuk menerima zakat, ini sesuai dengan perkataan Nabi kepada cucunya ketika mengeluarkan kurma zakat dari mulutnya :

أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ آلَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم لَا يَأْكُلُونَ الصَّدَقَةَ  ) صحيح البخاري – (2 / 541(

“Apakah engkau tahu bahwa keluarga Muhammad tidak memakan shadaqah (zakat)” (HR Bukhari)
Dari hadits ini bisa kita ketahui bahwa keluarga Nabi (آل النبي) adalah mereka yang diharamkan untuk menerima zakat, yaitu Bani Hasyim dan Bani Muthalib menurut madzhab Syafii, berarti para paman-paman beliau termasuk keluarga nabi yang harus dihormati.
Jika mereka termasuk آل النبي, berarti mereka termasuk juga dalam ahlul bait nabi karena secara bahasa arti آل tak berbeda dengan Ahli yaitu kerabat. Oleh karena itu sebagian ahli bahasa menganggap  tidak ada perbedaan antara istilah ahlu dan Al (آل). Ini bisa dilihat dari tashghir keduannya ke dalam satu lafadz yang sama yaitu اهيل (3).

Nasab sayidina Hasan dan Husain

Sedangkan mengenai nasab Sayidina Hasan dan Husain, yang dinisbatkan kepada Rasulullah melalui jalur ibu mereka yaitu Sayidatuna Fatimah.  Hal ini merupakan kekhususan mereka, ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw :

عن جَابِرٍ رضي اللَّهُ عنه قال قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم  إِنَّ اللَّهَ عز وجل جَعَلَ ذُرِّيَّةَ كل نَبِيٍّ في صُلْبِهِ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ ذُرِّيَّتِي في صُلْبِ عَلِيِّ بن أبي طَالِبٍ رضي اللَّهُ عنه

“Dari Jabir t berkata” Rasululah saw bersabda : Sesungguhnya Allah telah menjadikan keturunan setiap nabi dalam sulbinya masing-masing dan sesungguhnya Allah menjadikan keturunanku dalam sulbi Ali bin Abi Thalib”.(4)
Akan tetapi tidak semua keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib nasabnya disambungkan kepada Rasulullah. Karena penisbatan ini hanya dikhususkan bagi keturunan Sayidina Ali dari Sayidatuna Fatimah, putri Rasulullah sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat lain :

عن عُمَرَ رضي اللَّهُ عنه قال سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم يقول  كُلُّ بني أُنْثَى فإن عَصَبَتَهُمْ لأَبِيهِمْ ما خَلا وَلَدَ فَاطِمَةَ فَإِنِّي أنا عَصَبَتَهُمْ وأنا أَبُوهُمْ

“Dari Umar, berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, setiap anak dari seorang wanita dinisbatkan kepada ayahnya kecuali anak Fatimah karena sesungguhnya akulah ashabah mereka dan akulah ayah mereka”.(5)
Disamping itu, dalil lain yang menjelaskan akan tetapnya keturunan Rasulullah dan sekaligus menjadi ahlu bait beliau yaitu :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ يَخْطُبُ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي

Dari Jabir bin Abdillah berkata : aku melihat Rasulullah SAW ketika haji di hari Arafah sedangkan beliau ada di atas ontanya berkhutbah dan aku mendengar beliau berkata :” wahai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan pada diri kalian jika kalian mengikutinya maka tidak akan tersesat selamanya yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan keturunanku ahlubaitku “ (H.R. Tirmidzi & Ahmad,).
Dalam riwayat lain:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنَ الآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأَرْضِ وَعِتْرَتِى أَهْلُ بَيْتِى وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَىَّ الْحَوْضَ »

Dari Abi Sa’id Al-Khudzri berkata :” Rasulullah SAW bersabda : aku tinggalkan pada diri kalian 2 hal, salah satunya lebih besar dari yang lain, yaitu kitabullah (al-Qur’an) sebuah tali penghubung yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan keturunannku ahlu bait-ku, sesungguhnya keduanya tidak akan terputus hingga datang sewaktu di telaga Haudh “(H.R. Tirmidzi, Ahmad, Ibn Abi Syaibah, Abi Ya’la, dan lain-lain).
Hadits di atas menjelaskan secara gamblang bahwa :
i.            Keturunan beliau tidak terputus hingga hari kiamat, karena beliau menyatakan dengan ‘itroh(keturunan) yaitu keturunan dari sayyidah Fatimah, putri beliau yang diperjelas dengan pernyataan beliau :” keduanya (al-Qur’an dan keturunan beliau) tidak akan terputus hingga waktu di telaga Haudh”,karena tidak ada telaga Haudh kecuali di hari kiamat. (6)
ii.            Semua dari keturunan beliau (anak-anak dari sydt Fatimah dan keturunannya) termasuk Ahlubait dan tidak ada pengkhususan ahlu bait kepada beberapa orang dari keturunan beliau karena beliau tidak men-takhsis sama sekali.
Dengan demikian keturunan dari putri-putri Nabi yang lain meskipun masih bisa dikatakan sebagaidzuriyah Rasul  akan tetapi nasabnya tidak tersambung kepada Rasulullah. Begitu juga anak dari wanita keturunan siti Fatimah yang menikah lelaki yang bukan ahlul bait, maka nasabnya disandarkan kepada ayah mereka bukan kepada Ibunya.

Ayat taqwa

Dalam islam hubungan kekerabatan dengan orang-orang shaleh merupakan anugrah yang patut untuk disyukuri. Dalam Alqur`an Allah Berfirman :

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu” ( Al Kahfi : 82)
Kedua anak yatim tersebut hartanya terjaga karena kesholehan orang tua mereka, diceritakan oleh sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan ابوهما (ayahnya) dalam ayat adalah kakek ketujuh dari pihak ibu(7). Jika ini keadaan mereka maka bagaimana dengan keadaan keturunan pemimpin para shalihin, Rasulullah saw.
Hal ini tidak bertentangan dengan ayat :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al Hujurat : 13 )
Jika kita perhatikan potongan ayat sebelumnya  yaitu :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al Hujurat : 13 )
Menjadi jelas bahwa ayat ini tidak menafikan keutamaan nasab karena didalamnya Allah berfirman Bahwa Dia telah membagi manusia kedalam beberapa Syu`ub dan qabilah, sedangkan Syu`ub adalah garis keturunan yang tinggi dan qabilah adalah garis keturunan yang berada di bawah Syu’ub(7). Ini menunjukkan bahwa keutamaan nasab diakui dalam islam akan tetapi keutamaan tersebut menjadi tidak berarti jika tidak dibarengi dengan ketakwaan, oleh karena itu di akhir ayat tersebut Allah berfirman “.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”.
Dalam hadits sendiri banyak sekali isyarat mengenai hal ini(9), diantaranya adalah perkataan Rasulullah saw :

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ من وَلَدِ إسماعيل وَاصْطَفَى قُرَيْشًا من كِنَانَةَ وَاصْطَفَى من قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِي من بَنِي هَاشِمٍ )صحيح مسلم – 4 / 1782)

“Sesungguhnya Allah memilih Bani Kinanah dari keturunan Ismail, dan memilih Quraisy dari kinanah dan memilih Bani Hasyim dari quraisy dan memilih aku dari Bani Hasyim” (HR Muslim)
Hadits Ini menunjukkan keutamaan nasab Quraisy dan Bani Hasyim, dibandingkan dengan suku lainnya jelas keutamaan di sini semata-mata dari segi keturunan saja.
Oleh karena itu tidak benar jika dikatakan bahwa hubungan kekerabatan dengan Rasulullah tidak bisa bermanfaat sama sekali karena Rasulullah saw sendiri pernah bersabda  :

كل سبب ونسب منقطع يوم القيامة إلا ما كان من سببي )سنن البيهقي الكبرى – (7 / 63(

“Setiap sebab dan nasab akan terputus di hari qiyamat kecuali sebabku dan nasabku”(Baihaqi)(10)
Ini menunjukkan bahwa hubungan  kekerabatan dengan Rasulullah memiliki manfaat di hari kiamat.
Referensi

(1)المحكم والمحيط الأعظم – (4 / 355)

( وهُمْ أهَلاتٌ حَوْلَ قَيْسِ بنِ عاصِمٍ  إذا أدَلجُوا بالليلِ يَدْعونَ كَوْثَرَا )  قال سيبويه : وقالوا : أهْلاتٌ ….. الى ان قال وأهلُ المذهب : من يدين به .  وأهلُ الأمر : ولاته . وأهلُ البيت : سكانه . وأهلُ بيت النبي صلى الله عليه وسلم : أزواجه وبناته وصهره ، اعني عليا عليه السلام ، وقيل : نساء النبي صلى الله عليه وسلم ، والرجال الذين هم آله . وفي التنزيل : ) إنما يُريدُ اللهُ لِيُذْهِبُ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أهْلَ البَيْتِ ( القراءة أهل بالنصب على المدح ، كما قال : بك الله نرجو الفضل ، وسبحانك الله العظيم ، وعلى النداء ، كأنه قال : يا أهْلَ البيت ، وقوله تعالى لنوح عليه السلام : ) إنَّهُ لَيْسَ مِنْ أهْلِكَ ( قال الزجاج : أراد ليس من أهلِك الذين وعدتك أن أنجيتهم ، قال : ويجوز أن يكون : ليس من أهل دينك .  وأهْلُ كل نبي : أمته .

المصباح المنير – (1 / 28)

( أهل ) الرجل ( يأهل ) و ( يأهل ) ( أهولا ) إذا تزوج و ( تأهل ) كذلك ويطلق ( الأهل ) على الزوجة و ( الأهل )أهل البيت والأصل فيه القرابة وقد أطلق على الأتباع و ( أهل ) البلد من استوطنه و ( أهل ) العلم من اتصف بهوالجمع ( الأهلون ) وربما قيل ( الأهالي ) و ( أهل ) الثناء والمجد في الدعاء منصوب على النداء ويجوز رفعه خبر مبتدأ محذوف أي أنت أهل و ( الأهلي ) من الدواب ما ألف المنازل وهو ( أهل ) للإكرام أي مستحق لهوقولهم ( أهلا وسهلا ومرحبا ) معناه أتيت قوما أهلا وموضعا سهلا واسعا فابسط نفسك واستأنس ولا تستوحش و ( الإهالة ) بالكسر الودك المذاب و ( استأهلها ) أكلها ويقال ( استأهل ) بمعنى استحق

(2)سنن الترمذي – (5 / 663)

حدثنا قتيبة حدثنا محمد بن سليمان الأصبهاني عن يحيى بن عبيد عن عطاء بن أبي رباح عن عمر بن أبي سلمة ربيب النبي صلى الله عليه وسلم قال  نزلت هذه الآية على النبي صلى الله عليه وسلم { إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا } في بيت أم سلمة فدعا النبي صلى الله عليه وسلم فاطمة وحسنا وحسينا فجللهم بكساء وعلي خلف ظهره فجلله بكساء ثم قال اللهم هؤلاء أهل بيتي فاذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا قالت أم سلمة وأنا مَعَهُمْ يا نَبِيَّ اللَّهِ قال أَنْتِ على مَكَانِكِ وَأَنْتِ على خَيْرٍ قال هذا حَدِيثٌ غَرِيبٌ من حديث عَطَاءٍ عن عُمَرَ بن أبي سَلَمَةَ

صحيح مسلم – (4 / 1883)

حدثنا أبو بَكْرِ بن أبي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بن عبد اللَّهِ بن نُمَيْرٍ واللفظ لِأَبِي بَكْرٍ قالا حدثنا محمد بن بِشْرٍ عن زكريا عن مُصْعَبِ بن شَيْبَةَ عن صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قالت قالت عَائِشَةُ  خَرَجَ النبي صلى الله عليه وسلم غَدَاةً وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ من شَعْرٍ أَسْوَدَ فَجَاءَ الْحَسَنُ بن عَلِيٍّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ جاء الْحُسَيْنُ فَدَخَلَ معه ثُمَّ جَاءَتْ فَاطِمَةُ فَأَدْخَلَهَا ثُمَّ جاء عَلِيٌّ فَأَدْخَلَهُ ثُمَّ قال { إنما يُرِيدُ الله لِيُذْهِبَ عَنْكُمْ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا }

سنن البيهقي الكبرى – (2 / 149(

80 أخبرنا أبو عبد الله محمد بن أحمد بن أبي طاهر الدقاق ببغداد أنبأ أحمد بن عثمان الآدمي ثنا محمد بن عثمان بن أبي شيبة ثنا أبي ثنا محمد بن بشر العبدي ثنا زكريا بن أبي زائدة ثنا مصعب بن شيبة عن صفيه بنت شيبة عن عائشة رضي الله عنها قالت  خرج النبي صلى الله عليه وسلم ذات غداة وعليه مرط مرحل من شعر أسود فجاء الحسن فأدخله معه ثم جاء الحسين فأدخله معه ثم جاءت فاطمة فأدخلها معه ثم جاء علي فأدخله معه ثم قال إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا رواه مسلم في الصحيح عن أبي بكر بن أبي شيبة وغيره عن محمد بن بشر

الدر المنثور – (6 / 605)

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يمر بباب فاطمة رضي الله عنها اذا خرج إلى صلاة الفجر ويقول الصلاة يا أهل البيت الصلاة { إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا }    وأخرج مسلم عن زيد بن أرقم رضي الله عنه    أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أذكركم الله في أهل بيتي فقيل : لزيد رضي الله عنه : ومن أهل بيته أليس نساؤه من أهل بيته قال : نساؤه من أهل بيته ولكن أهل بيته من حرم الصدقة بعده آل علي وآل عقيل وآل جعفر

(3)تهذيب اللغة – (ج 5 / ص 200)

وقالت طائفة: الآل والأهل، واحد.واحتجوا بأن ” الآل ” إذا صُغِّر قالوا: أُهَيل، فكان الهمزة هاء، كقولهم: هنرت الثوب وأَنرته، إذا جعلت له علماً.وروى الفراء عن الكسائي في تصغير ” آل ” : أُوَيْل.قال أبو العباس: فقد زالت تلك العلة وصار الآل والأهل أصلين لمعنيين، فيدخل في الصلاة كل من اتبع النبي صلى الله عليه وسلم، قرابة كان أو غير قرابة.

(4) المعجم الكبير – (3 / 43)

0 حدثنا محمد بن عُثْمَانَ بن أبي شَيْبَةَ ثنا عُبَادَةُ بن زِيَادٍ الأَسَدِيُّ ثنا يحيى بن الْعَلاءِ الرَّازِيُّ عن جَعْفَرِ بن مُحَمَّدٍ عن أبيه عن جَابِرٍ رضي اللَّهُ عنه قال قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم  إِنَّ اللَّهَ عز وجل جَعَلَ ذُرِّيَّةَ كل نَبِيٍّ في صُلْبِهِ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ ذُرِّيَّتِي في صُلْبِ عَلِيِّ بن أبي طَالِبٍ رضي اللَّهُ عنه

(5)المعجم الكبير للطبراني – (ج 3 / ص 73(

2565- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن زَكَرِيَّا الْغَلابِيُّ ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بن مِهْرَانَ ، حَدَّثَنَا شَرِيكُ بن عَبْدِ اللَّهِ ، عَنْ شَبِيبِ بن غَرْقَدَةَ ، عَنِ الْمُسْتَظِلِّ بن حُصَيْنٍ ، عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” كُلُّ بني أُنْثَى فَإِنَّ عَصَبَتَهُمْ لأَبِيهِمْ ، مَا خَلا وَلَدَ فَاطِمَةَ فَإِنِّي أَنَا عَصَبَتَهُمْ ، وَأَنَا أَبُوهُمْ “.

المقاصد الحسنة السخاوي- (ج 1 / ص 172)

حديث: كل بني آدم ينتمون إلى عصبة أبيهم إلا ولد فاطمة فإني أنا أبوهم وأنا عصبتهم، الطبراني في الكبير من طريق عثمان بن أبي شيبة عن جرير عن شيبة بن نعامة عن فاطمة ابنة الحسين عن جدتها فاطمة الكبرى به مرفوعاً، وكذا أخرجه أبو يعلى ومن طريقه الديلمي في مسنده عن عثمان بن أبي شيبة بلفظ: لكل بني آدم عصبة ينتمون إليه إلا ولدي فاطمة فأنا وليهما وعصبتهما، ولم ينفرد به ابن أبي شيبة بل رواه الخطيب في تاريخه من طريق محمد ابن أحمد بن يزيد بن أبي العوام حدثنا أبي حدثنا جرير بلفظ: كل بني آدم ينتمون إلى عصبتهم إلا ولد فاطمة فإني أنا أبوهم وأنا عصبتهم، ومن طريق حسين الأشقر عن جرير بنحوه ولكن شيبة ضعيف، ورواية فاطمة عن جدتها مرسلة، ولكن له شاهد عند الطبراني في ترجمة الحسن من الكبير أيضاً من طريق يحيى بن العلاء الرازي عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جابر مرفوعاً: إن الله جعفر ذرية كل نبي في صله وإن الله جعل ذريتي في صلب علي، ويروى أيضاً عن ابن باس كما كتبته في ارتقاء الغرف وبعضها يقوي بعضاً وقول ابن الجوزي في العلل المتناهية: إنه لا يصح ليس بجيد، وفيه دليل لاختصاصه صلى الله عليه وسلم بذلك كما أوضحته في بعض الأجوبة بل وفي مصنفي في أهل البيت.

الفوائد المجموعة للشوكاني بتحقيق المعلمي الشوكاني – (ج 1 / ص 189)

_ حديث : كل بني آدم ينتمون إلى عصبة أبيهم ، إلا ولد فاطمة فإنني أنا أبوهم ، وأنا عصبتهم . قال في المقاصد :فيه إرسال وضعف ، ولكن له شاهد عن جابر ، رفعه : إن الله جعل ذرية كل نبي من صلبه ، وإن الله جعل ذريتي في صلب علي ، وبعضها يقوي بعضا .وقال ابن الجوزي : إنه لا يصح .

التيسير بشرح الجامع الصغير – (2 / 212)

وقال ك + صحيح + فقال الذهبي + بل فيه لين + ( كل بني أم ينتمون إلى عصبة إلا ولد فاطمة فأنا وليهم وأنا عصبتهم ) ومن خصائصه أن أولاد بناته ينسبون إليه بخلاف غيره وأولاد بنات بناته لا يشاركون أولاد الحسنين في الانتساب إليه وإن كانوا من ذريته ( طب عن فاطمة الزهراء ) + بإسناد ضعيف + ووهم المؤلف ( كل بني أنثى فإن عصبتهم لأبيهم ما خلا ولد فاطمة فإني أنا عصبتهم وأنا أبوهم ) انظر كيف خص التعصيب بأولادها دون أختيها ولذلك ذهب جمع إلى أن ابن الشريفة غير شريف إذا لم يكن أبوه شريفاً

(6) لسان العرب – (ج 4 / ص 536)

والعامة تَظُنُّ أَنها ولدُ الرجل خاصة وأَن عترة رسولُ الله صلى الله عليه وسلم ولدُ فاطمة رضي الله عنها هذا قول ابن سيده وقال الأَزهري رحمه الله وفي حديث زيد بن ثابت قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم إِني تارك فيكم الثَّقَلَينِ خَلْفي كتابَ الله وعتْرتي فإِنهما لن يتفرّقا حتى يَرِدا عليّ الحوض وقال قال محمد بن إِسحق وهذا حديث صحيح ورفعَه نحوَه زيدُ بن أَرقم وأَبو سعيد الخدري وفي بعضها إِنِّي تاركٌ فيكم الثَّقَلْين كتابَ الله وعِتْرَتي أَهلَ بيتي فجعل العترة أَهلَ البيت وقال أَبو عبيد وغيره عِتْرةُ الرجل وأُسْرَتُه وفَصِيلتُه رهطه الأَدْنَون ابن الأَثير عِتْرةُ الرجل أَخَصُّ أَقارِبه وقال ابن الأَعرابي العِتْرة ولدُ الرجل وذريته وعِقُبُه من صُلْبه قال فعِتْرةُ النبي صلى الله عليه وسلم وولدُ فاطمة البَتُول عليها السلام وروي عن أَبي سعيد قال العِتْرةُ ساقُ الشجرة قال وعِتْرةُ النبي صلى الله عليه وسلم عبدُ المطلب ولده وقيل عِتْرتُه أَهل بيته الأَقربون وهم أَولاده وعليٌّ وأَولاده وقيل عِتْرتُه الأَقربون والأَبعدون منهم

تحفة الأحوذي – (ج 9 / ص 203)

” إِنِّي تَرَكْت فِيكُمْ مَنْ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ ” أَيْ اِقْتَدَيْتُمْ بِهِ وَاتَّبَعْتُمُوهُ . وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ : ” تَرَكْت فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ” أَيْ إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ عِلْمًا وَعَمَلًا

” كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي” قَالَ التُّورْبَشْتِيُّ عِتْرَةُ الرَّجُلِ أَهْلُ بَيْتِهِ وَرَهْطُهُ الْأَدْنَوْنَ وَلِاسْتِعْمَالِهِمْ الْعِتْرَةَ عَلَى أَنْحَاءَ كَثِيرَةٍ بَيَّنَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِ ” أَهْلَ بَيْتِي ” لِيُعْلَمَ أَنَّهُ أَرَادَ بِذَلِكَ نَسْلَهُ وَعِصَابَتَهُ الْأَدْنَيْنَ وَأَزْوَاجَهُ اِنْتَهَى . قَالَ الْقَارِي وَالْمُرَادُ بِالْأَخْذِ بِهِمْ التَّمَسُّكُ بِمَحَبَّتِهِمْ وَمُحَافَظَةُ حُرْمَتِهِمْ وَالْعَمَلُ بِرِوَايَتِهِمْ وَالِاعْتِمَادُ عَلَى مَقَالَتِهِمْ وَهُوَ لَا يُنَافِي أَخْذَ السُّنَّةِ مِنْ غَيْرِهِمْ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَصْحَابِي كَالنُّجُومِ بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ ” وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى { فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ } وَقَالَ اِبْنُ الْمَلَكِ : التَّمَسُّكُ بِالْكِتَابِ الْعَمَلُ بِمَا فِيهِ وَهُوَ الِائْتِمَارُ بِأَوَامِرِ اللَّهِ وَالِانْتِهَاءُ عَنْ نَوَاهِيهِ ، وَمَعْنَى التَّمَسُّكُ بِالْعِتْرَةِ مَحَبَّتُهُمْ وَالِاهْتِدَاءُ بِهَدْيِهِمْ وَسِيرَتِهِمْ ، زَادَ السَّيِّدُ جَمَالُ الدِّينِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مُخَالِفًا لِلدِّينِ .

(7)زاد المسير – (5 / 182)

قوله تعالى وكان أبوهما صالحا قال ابن عباس حفظا بصلاح أبيهما ولم يذكر منهما صلاحا وقال جعفر بن محمد عليه السلام كان بينهما وبين ذلك الأب الصالح سبعة آباء وقال مقاتل كان أبوهما ذا أمانة

فتح القدير – (3 / 304)

{ وكان أبوهما صالحا } فكان صلاحه مقتضيا لرعاية ولديه وحفظ مالهما قيل هو الذى دفنه وقيل هو الأب السابع من عند الدافن له وقيل العاشر

تفسير البغوي – (3 / 177)

( وكان أبوهما صالحا ) قيل كان اسمه كاشح وكان من الأتقياء قال ابن عباس حفظا بصلاح أبيهما وقيل كان بينهما وبين الأب الصالح سبعة آباء قال محمد بن المنكدر إن الله يحفظ بصلاح العبد ولده وولد ولده وعترته وعشيرته وأهل دويرات حوله فما يزالون في حفظ الله ما دام فيهم قال سعيد بن المسيب إني لأصلي فأذكر ولدي فأزيد في صلاتي قوله عز وجل ( فأراد ربك أن يبلغا أشدهما ) أي يبلغا ويعقلا وقيل أن يدركا شدتهما وقوتهما وقيل ثمان عشرة سنة

(8)تفسير الجلالين – (1 / 687)

{ يأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى } آدم وحواء { وجعلناكم شعوبا } جمع شعب بفتح الشين هو أعلى طبقات النسب { وقبائل } هي دون الشعوب وبعدها العمائر ثم البطون ثم الأفخاذ ثم الفصائل آخرها مثاله خزيمة شعب كنانة قبيلة قريش عمارة بكسر العين قصي بطن هاشم فخذ العباس فصيلة { لتعارفوا } حذف منه إحدى التاءين ليعرف بعضكم بعضا لا لتفاخروا بعلو النسب وإنما الفخر بالتقوى { إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم } بكم { خبير } ببواطنكم

(9)صحيح مسلم – (4 / 1782)

2276 حدثنا محمد بن مِهْرَانَ الرَّازِيُّ وَمُحَمَّدُ بن عبد الرحمن بن سَهْمٍ جميعا عن الْوَلِيدِ قال بن مِهْرَانَ حدثنا الْوَلِيدُ بن مُسْلِمٍ حدثنا الْأَوْزَاعِيُّ عن أبي عَمَّارٍ شَدَّادٍ أَنَّهُ سمع وَاثِلَةَ بن الْأَسْقَعِ يقول سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يقول  إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ من وَلَدِ إسماعيل وَاصْطَفَى قُرَيْشًا من كِنَانَةَ وَاصْطَفَى من قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِي من بَنِي هَاشِمٍ

شرح النووي على صحيح مسلم – (15 / 36)

( باب فضل نسب النبي صلى الله عليه وسلم ( وتسليم الحجر عليه قبل النبوة)  2276 قوله صلى الله عليه وسلم ( إن الله اصطفى كنانة ) إلى آخره استدل به أصحابنا على أن غير قريش من العرب ليس بكفء لهم ولا غير بني هاشم كفؤ لهم إلا بني المطلب فانهم هم وبنو هاشم شيء واحد كما صرح به في الحديث الصحيح والله أعلم قوله صلى الله عليه وسلم

سنن الترمذي – (5 / 583)

5 حدثنا خَلَّادُ بن أَسْلَمَ حدثنا محمد بن مُصْعَبٍ حدثنا الْأَوْزَاعِيُّ عن أبي عَمَّارٍ عن وَاثِلَةَ بن الْأَسْقَعِ رضي الله عنه قال قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى من وَلَدِ إبراهيم إسماعيل وَاصْطَفَى من وَلَدِ إسماعيل بَنِي كِنَانَةَ وَاصْطَفَى من بَنِي كِنَانَةَ قُرَيْشًا وَاصْطَفَى من قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِي من بَنِي هَاشِمٍ قال أبو عِيسَى هذا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

(10)سنن البيهقى – (ج 2 / ص 104)

- أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِاللَّهِ الْحَافِظُ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ يَعْقُوبَ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ عِصْمَةَ قَالاَ حَدَّثَنَا السَّرِىُّ بْنُ خُزَيْمَةَ حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا وُهَيْبُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِىِّ بْنِ الْحُسَيْنِ ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنِى أَبُو جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَلِىِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ : لَمَّا تَزَوَّجَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عَلِىٍّ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَتَى مَجْلِسًا فِى مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَيْنَ الْقَبْرِ وَالْمِنْبَرِ لِلْمُهَاجِرِينَ لَمْ يَكُنْ يَجْلِسُ فِيهِ غَيْرُهُمْ فَدَعَوْا لَهُ بِالْبَرَكَةِ. فَقَالَ : أَمَا وَاللَّهِ مَا دَعَانِى إِلَى تَزْوِيجِهَا إِلاَّ أَنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ :« كُلُّ سَبَبٍ وَنَسَبٍ مُنْقَطِعٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ سَبَبِى وَنَسَبِى ». لَفْظُ حَدِيثِ ابْنِ إِسْحَاقَ وَهُوَ مُرْسَلٌ حَسَنٌ وَقَدْ رُوِىَ مِنْ أَوْجُهٍ أُخَرَ مَوْصُولاً وَمُرْسَلاً.

مسند أحمد – (ج 4 / ص 323)

(18907) 19114- حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ ، مَوْلَى بَنِي هَاشِمٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ جَعْفَرٍ ، حَدَّثَتْنَا أُمُّ بَكْرٍ بِنْتُ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ ، عَنِ الْمِسْوَرِ ، أَنَّهُ بَعَثَ إِلَيْهِ حَسَنُ بْنُ حَسَنٍ يَخْطُبُ ابْنَتَهُ ، فَقَالَ لَهُ : قُلْ لَهُ : فَلْيَلْقَنِي فِي الْعَتَمَةِ ، قَالَ : فَلَقِيَهُ ، فَحَمِدَ الْمِسْوَرُ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ : أَمَّا بَعْدُ ، وَاللَّهِ مَا مِنْ نَسَبٍ ، وَلاَ سَبَبٍ ، وَلاَ صِهْرٍ ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ سَبَبِكُمْ وَصِهْرِكُمْ ، وَلَكِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فَاطِمَةُ مُضْغَةٌ مِنِّي ، يَقْبِضُنِي مَا قَبَضَهَا ، وَيَبْسُطُنِي مَا بَسَطَهَا ، وَإِنَّ الأَنْسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَنْقَطِعُ غَيْرَ نَسَبِي ، وَسَبَبِي ، وَصِهْرِي ، وَعِنْدَكَ ابْنَتُهَا وَلَوْ زَوَّجْتُكَ لَقَبَضَهَا ذَلِكَ قَالَ : فَانْطَلَقَ عَاذِرًا لَهُ.

المستدرك – (ج 3 / ص 153)

4684 – حدثنا الحسن بن يعقوب و إبراهيم بن عصمة العدلان قالا : ثنا السري بن خزيمة ثنا معلى بن راشد ثنا وهيب بن خالد عن جعفر بن محمد عن أبيه عن علي بن الحسين أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه خطب إلى علي رضي الله عنه أم كلثوم فقال : انكحنيها فقال علي إني أرصدها لابن أخي عبد الله بن جعفر فقال عمر انكحينها فو الله ما من الناس أحد يرصد من أمرها ما أرصده فأنكحه علي فأتى عمر المهاجرين فقال : ألا تهنوني فقالوا بمن يا أمير المؤمنين فقال بأم كلثوم بنت علي و ابنة فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه و سلم إني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول كل نسب و سبب ينقطع يوم القيامة إلا ما كان من سببي و نسبي فأحببت أن يكون بيني و بين رسول الله صلى الله عليه و سلم نسب و سبب  هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه تعليق الذهبي قي التلخيص : منقطع